Senin, 02 Mei 2016

Kecintaan vs Mencintai

Oleh IR

Teramat banyak hal yang kita cintai, namun ternyata tersimpan misteri bahwa sesuatu tersebut belum tentu baik adanya.
Dan tak sedikit dari yang kita benci, ternyata terkandung berjuta hikmah yang membawa kita kepada kemuliaan.
Dan sebaik-baiknya cinta adalah cinta yang dititipkan Rabb kita, bukan cinta yang serta merta kita tanam.

Cinta yang semestinya kita kembangkan agar menjadi pribadi penyayang, bukan pribadi yang mencari cari alasan agar agar menyayangi.
Dan sebaik2nya teladan dalam kisah cinta adalah Rosulillah SAW.
Jika bukan karena cintanya pada ummatnya, maka tak mungkin Beliau berkenan menanggung pahitnya maut agar ummatnya tak merasakan derita proses kematian.
Jika bukan karena kasih sayangnya, maka tak akan banyak yang mendapatkan hidayah Islam melalui lisan dan mulianya sikap beliau.

Tentu teramat syahdu jika kita simak pertama kali beliau menerima wahyu Islam, sebagai amanah pembawa risalah Illahiyah.
Betapa kisah menggambarkan beliau teramat takut hingga Ummul muslimin, Khodijah mencoba menenangkan jiwa yang terselimuti kejujuran.
Dan hasil kemenangan-kemenangan dakwah rosululloh membawa Dien ini menerangi hati-hati yang dahulunya kering akan hidayah.

Begitulah sikap kepemimpinan yang dibutuhkan.
Traumatik akan beban di pundak memang menjadi sisi alamiyah manusia.
Namun larut dalam dilema bukanlah sikap sang pembelajar sejati.
Kemudian ia bangun dan bangkit, menegarkan pundaknya agar amanah Tuhannya benar benar mampu ia jalankan dg penuh keridhoan.

Begitulah proses dan usaha untuk mencintai.
Ia benar benar menanggalkan kecintaannya demi belajar mencintai.
Ia melepaskan segala bentuk rintihan jemarinya, demi meraup kasih sayang-Nya.

Mengubah Kecintaan menjadi proses Mencintai tak mudah lisan bertidak.
Namun merupakan proses perjalanan panjang.
Seiring berjalannya garis waktu, proses ini mampu mendewasakan sikap.
Maka jangan takut dan jangan berkecil hati ketika Allah menjauhkan dari yang kita cintai.
Bisa jadi, Allah telah mempersiapkan sesuatu yang lebih baik bagi kita.

Maka.
Pantaskan diri agar apa yang Allah siapkan mampu kita sikapi dengan paripurna.
Dan serahkan segala bentuk makar kepada memilik sejati diri ini, karena sebaik baiknya makar adalah makar-Nya, Allah SWT.

Tidak ada komentar:
Write komentar